[heading]Terkait konflik internal di HMI Cabang Pekanbaru. Sampai beberapa bulan lalu saya masih memandang persoalan ini dengan datar, bahwa silahkan kedua belah pihak beraktifitas masing-masing, dengan catatan tidak saling sikut dan tidak saling singgung.[/heading]

Komisariat bersatu

[dropcap style=”flat”]P[/dropcap]ernyataan tersebut sempat saya utarakan bersama ketua umum yang saya dukung dihadapan ketua umum terpilih BADKO HMI Riau-Kepri. Ketika itu mencuat masalah surat pemecatan sebagai anggota HMI oleh salah satu pihak. Korbannya adalah ketua umum yang saya dukung. Saya kesal sekali ketika itu, jika hendak dualisme silahkan saja, tapi jangan saling ganggu. Itu fikiran saya sampai beberapa waktu.

Seiring waktu berjalan, saya pun berubah fikiran. Sekarang saya melihat masalah ini dari sudut pandang yang berbeda. Akar konflik ini adalah seteru antar dua kubu yang sudah berlangsung sejak lama, sudah beberapa generasi berjalan.

Terkait konflik dualisme di HMI Cabang Pekanbaru. Sampai beberapa bulan lalu saya masih memandang persoalan ini dengan datar, bahwa silahkan kedua belah pihak beraktifitas masing-masing, dengan catatan tidak saling sikut dan tidak saling singgung.

Saya sebenarnya sudah mewanti-wanti potensi timbulnya konflik pada saat konfercab akan diadakan. Sadar akan hal tersebut dan guna mencegah konflik besar terjadi lagi seperti konfercab tahun lalu, karenanya pada saat konferensi cabang ke-31 tersebut saya mengusulkan ide Fit and Proper Test pada pleno 4 pemilihan ketua umum, walaupun itu tidak terdapat dalam tata tertib umum, namun niatnya baik.

Melalui fit and proper test saya ingin menyaring kandidat berdasarkan kelengkapan syarat dan visi misi mereka. Pada pengujian syarat didapati bahwa masing-masing kandidat tidak memenuhi syarat dengan baik dan lengkap. Mengatasi masalah tersebut, kembali saya usulkan agar forum membahasnya. Ide saya adalah membuat kesepakatan dengan pilihan dua opsi:

[list]

  • Pemilihan tetap dilanjutkan, dengan catatan para kandidat mengakui kekurangan syaratnya dan meminta maaf kepada peserta forum. Lalu forum memberi pemakluman agar mereka tetap bisa maju.
  • Para kandidat digugurkan dan dicari kandidat baru.

[/list]

Pertimbangan pada saat itu adalah:

[list]

  • Konfercab sudah berlangsung berlarut-larut, hampir 3 minggu, dan akan memakan waktu lebih lama lagi jika mencari kandidat lain dan memberikan mereka waktu untuk melengkapi syarat.
  • Kekurangan kader yang memenuhi syarat.

[/list]

Dengan pertimbangan di atas, saya arahkan forum untuk memilih opsi satu. Forum pun menyetujui. Semua kandidat meminta maaf atas kekurangan syarat mereka (dokumentasi video). Lalu pemilihan dilanjutkan dengan penyampaian visi misi. Sampailah akhirnya masuk kepada pemilihan, saat itu ada tiga kandidat dan pemilihan dengan cara voting tertutup pun berlangsung tiga putaran.

Atas ide saya ini, semua bisa berjalan dengan baik dan lebih baik dari tahun kemarin. Konfercab tahun ini demokratis dan tenang. Semua pihak kembali bergandeng tangan. Saya fikir semua sudah akan baik, karena melihat suasana ketika itu kondusif dan semua pihak sepertinya menerima keadaan dengan lapang dada. Saya optimis HMI akan semakin baik. Namun perkiraan saya ini tidak seperti kenyataan yang terjadi berikutnya.

Ternyata, kemudian terjadi masalah yang semua kita tidak menduganya. Ketika kandidat terpilih telah menyusun kepengurusan dan hendak meminta Surat Keputusan (SK) ke Pengurus Besar HMI di Jakarta, kandidat yang kalah ternyata melakukan hal yang sama. Salah satu kandidat yang kalah melakukan manipulasi, dengan membuat pleno tandingan (fiktif) serta menyusunkonsideran,  bukti-bukti dan segala persyaratan untuk pengajuan SK ke PB HMI. Malangnya, PB HMI memihak kepada kandidat yang kalah ini, dan memberikan SK kepada mereka. Kandidat terpilih versi konfercab resmi terpaksa gigit jari.

Saya mencoba mencari tahu penyebabnya mengapa perbuatan tidak terpuji ini bisa terjadi. Saya dapati bahwa ternyata faktor pendorong kandidat terpilih mau melakukan ini adalah karena didorong dan didukung oleh senior dibalik mereka (berdasarkan pengakuan ketua umum ilegal). Saya kemudian menganalisa kembali, dan menemukan kesimpulan bahwa ternyata ini adalah bentuk pelampiasan dendam atas pertarungan kedua belah pihak yang telah berlangsung sejak lama. Selain itu saya simpulkan juga bahwa ini adalah persaingan perebutan kepentingan antar kedua belah pihak, dan kepentingan ini bermuara pada kepentingan senior-senior di atas mereka. Saya kaget betul ketika menemukan kesimpulan fakta tersebut, saya fikir tawaran solusi dari saya saat konfercab sudah bisa meredam kemungkinan munculnya konflik, ternyata tidak. Solusi dari saya hanya bisa menenangkan kawan-kawan, tetapi tidak di tingkat senior yang berseteru.

Lalu apa solusi terkini baiknya?

Seperti yang saya utarakan di atas, pada awalnya saya terikut arus pertarungan. Saya pasang badan membela kubu yang menang, karena selain saya masuk dalam kepengurusan dan saya juga tahu bahwa saya berada di pihak yang benar. Sehingga adalah kewajiban saya membela kebenaran tersebut.

Ketegangan antar dua belah pihak semakin terasa, ketika pihak SK PB (ilegal) mengeluarkan surat pemecatan sebagaimana yang saya ceritakan di atas. Saya ikut larut dalam konflik. Namun belakangan ini saya memikirkan pendekatan yang berbeda mengenai masalah ini. Perkara ini harus dilihat dari sudut pandang yang berbeda, dan pendekatan penyelesaian yang berbeda pula.


Ini solusi menurut saya.
Status Facebook saya pada tanggal 17 Maret 2014:

“Nilai juang semakin terdegradasi”

Dua kelompok hijau hitam terus menggerus jati diri organisasi. Saran saya: saatnya melenyapkan dua pengaruh kekuatan tersebut. Orang-orang baik dan sadar sudah saatnya berdiri sendiri. Dua kekuatan tersebut jika dipaksakan duduk, tidak akan menyatu. Akan terus berbenturan, ujungnya kita bisa perang saudara dibuatnya. Model dualisme seperti ini makin banyak diadopsi oleh cabang-cabang lainnya, dan apa yang terjadi disini juga adopsi dari cabang di luar sana.

Komisariat harus jujur, harus punya integritas. Hanya inilah keluarga kecil dari himpunan besar ini yang masih bisa kita banggakan. Lepaskan diri dari kontaminan-kontaminan berbahaya, dari kutub-kutub yang menarik dengan kuatnya. Kalian harus bisa membangun kekuatan bersama, jangan mau diadu-domba, dibenturkan dan tak berdaya. Kalian tidak berdosa. Tanpa kalian, dua kelompok itu tak kan ada artinya. Kalian yang punya suara, tarik kembali dan buat suara bersama, tanpa pengaruh ‪#‎DuaA‬. Komisariat harus berjaya, berdaulat dan kuat bersama!


Kedaulatan itu ada di ranah komisariat. Komisariat harus bersatu dan membuat DEKLARASI bersama untuk menunjukkan netralitas komisariat, bahwa mereka menyatakan diri tidak memihak kepada kubu manapun dan melepaskan diri dari pengaruh dua pihak yang sedang bertikai tersebut. Komisariat menyatakan diri bebas dari intervensi senior dan tekanan dari pihak manapun. Komisariat bertekad untuk melakukan perubahan dan perbaikan di HMI. Komisariat akan terus bersama mengawal cabang, dsb. Poin-poin dalam deklarasi ini dapat dijabarkan belakangan.

Dalam hal gerakan ini, sebenarnya ada lembaga yang bisa dan seharusnya memainkan peran lebih besar yakni BPL (Badan Pengelola Latihan) HMI Cabang Pekanbaru. BPL bisa mengambil tindakan tegas dalam meluruskan masalah ini. Namun sayang sekali, BPL Cabang Pekanbaru tidak berani dan tidak mampu memainkan peran strategis, bahkan BPL tidak mengambil sikap tegas terhadap komisariat-komisariat yang tidak berpihak pada kebenaran (mendukung kepengurusan cabang ilegal). BPL berdalih bahwasanya mereka berada di ranah perkaderan, dan tidak mau menyentuh masalah politik. Dengan demikian, bisa diartikan bahwa BPL secara tidak langsung mengatakan bahwa mereka hanya bertugas memproduksi kader, namun apakah nanti kader-kader tersebut berbuat salah dan melanggar kode etik sebagai kader maka BPL tidak mau campur tangan, dan itu bukan tanggung jawab mereka. Sungguh ironi sekali.

Seharusnya BPL memberi sanksi pada kader dan komisariat yang terlibat dalam kasus dualisme ini. Sebagai contoh tindakan yang dapat dilakukan BPL, salah satunya adalah BPL memilih untuk tidak mengelola training LK I yang diadakan oleh komisariat yang berpihak pada kepengurusan cabang yang ilegal. Ini adalah sanksi yang cukup tegas yang seharusnya dilakukan BPL sebagai pelajaran bagi komisariat-komisariat yang tidak berpihak pada kebenaran. Namun kenyataannya tidak demikian, BPL HMI Cabang Pekanbaru memilih untuk turun mengelola setiap komisariat yang mengadakan LK I. Dalam pandangan saya, secara tidak langsung dengan ini BPL mengakui eksistensi kepengurusan cabang yang ilegal. Sungguh terbalik dengan sikap BPL Pusat yang memilih untuk tidak mengelola LK II yang dilaksanakan oleh kepengurusan ilegal HMI cabang Pekanbaru (Versi SK PB).

Kita harus sadar bahwa akar solusi masalah ini ada di komisariat. Masalah konflik ini terjadi karena komisariat-komisariat telah diadu dan dipropaganda untuk mendukung masing-masing pihak, dan dukungan serta afiliasi terhadap kubu-kubu tersebut terus mengakar dari generasi ke generasi. Walhasil konflik selalu timbul.

Dualisme ini jika tidak segera dicarikan solusinya maka masalah ini akan terus berlanjut. Masing-masing pihak terus menunjukkan eksistensi dan ketegangan, sampai masing-masing akan mengadakan LK II, lihatlah perkara ini sudah memecah HMI secara nasional. Mereka mengobrak abrik ketenangan HMI di nusantara, masing-masing pihak mengaku mereka lah yang benar.

Sampai nanti mereka (kedua kepengursan) akan melaksanakan Konferensi cabang. Maka akan ada calon ketua terpilih dari kedua belah pihak. Di satu sisi, pihak SK PB (ilegal) akan lebih mudah mendapat kepercayaan karena alasan mereka ketua umum baru hasil konfercab mereka “sah”, mengingat konfercab dilaksanakan oleh demisioner yang “sah”. Lalu pihak sebelah pun akan terus menggugat, sehingga berlanjutlah pertikaian ini sampai tiada akhir.

Oleh karena itu, KOMISARIAT harus mengambil alih solusi masalah ini. Tanpa kalian, kedua belah pihak tidak akan hidup, dan dengan demikian konflik akan terhenti. Komisariat harus DUDUK BERSAMA, buat DEKLARASI dan angkat pimpinan secara bersama.

Lembaga BPL yang terhormat seharusnya mampu memainkan peran straregis ini. Mereka yang kita anggap masih netral harus berani turun tangan mengatasi masalah ini. BPL harus melaksanakan konsolidasi dengan komisariat-komisariat dibawahnya untuk duduk bersama menyelesaikan masalah dan membuat DEKLARASI guna mengakhiri akar konflik ini.

Bangun gerakan ‪#‎Komisariat‬Bersatu, itulah solusinya.

[divider]

Artiket terkait lainnya mengenai masalah konflik dualisme ini dapat dilihat dalam tulisan saudara Alben Tajudin: Nasib HMI Cabang Pekanbaru pasca Konfercab ke-XXXI


*Adhitya Fernando adalah peserta konfercab HMI Cabang Pekanbaru ke-XXXI. Dengan status sebagai peserta penuh perwakilan dari HMI komisariat Takesi