[dropcap style=”flat”]M[/dropcap]elihat kembali foto-foto memori membuat saya senyum-senyum sumringah atas apa yang sudah saya lakukan. Termasuk kisah perjalanan di foto ini. Kedatangan saya ke Yogyakarta pertama kali ialah pada tahun 2012 lalu, namun sebenarnya perjalanan ke Yogya ini adalah bonus karena sama sekali tidak direncanakan sebelumnya.

Di depan Monumen serangan umum 1 Maret 1949. Yogyakarta

Tepatnya sekitar bulan Juli 2012 lalu, bulan di mana kawan-kawan seangkatan di kampus pada sibuk-sibuknya mengerjakan skripsi dan mengurus perhelatan pemasangan toga, sementara saya mulai sibuk pula mengurus hal lainnya yakni menyiapkan babak baru perjalanan perdana menggunakan pesawat terbang. Entah mengapa di tahun-tahun saat seharusnya saya mempersiapkan kelulusan, saya merasa ada cita rasa yang kurang dari diri ini, saya masih merasa gersang dan butuh mengeksplorasi hal-hal baru dan kejadian itu berlangsung sangat kejam, bahwa saya meninggalkan sama sekali urusan kampus dan memilih menuruti apa yang pikiran dan hati tuntunkan.

Mulailah saya memantapkan hati untuk mengikuti Latihan Kader II (Intermediate training) HMI. Dalam angan saya, sekali jalan harus dua tiga pulau terlampaui. LK II HMI memang sudah saya targetkan sejak jauh hari, namun menjelajah Ibu Kota dan naik pesawat terbang juga sudah terselip dalam impian saya. Saya berfikir keras bagaimanalah caranya agar ini kesampaian. Dan ini pun berlangsung sangat ambisius, tidak masalah uang pas-pasan, tidak masalah jikalau pun harus pergi sendiri. Yang penting sampai..

Menguras fikiran akhirnya dapatlah saya jalan dan jatuhkan pilihan pada LK II HMI yang akan dilaksanakan di Cilegon. Selesai di Cilegon harus singgah di Jakarta (titik).

Bukannya mengolah skripsi, malah saya sibuk-sibuknya membuat makalah yang akan disajikan pada saat LK II nanti. Ada lebih kurang satu bulan saya investasikan untuk persiapan, mulai dari menyiapkan syarat-syarat lainnya seperti Screening Test, Surat Rekomendasi, belajar kembali materi-materi HMI, dan termasuk cari tahu mengenai cara naik pesawat terbang (maklum pertama kali dan berangkat sendiri). Kalau soal biaya, alhamdulillah pada saat itu saya lagi banjir-banjirnya terima uang (beasiswa dsb) sehingga digunakan sebagian untuk mewujudkan impian.

Akhirnya sampailah saat keberangkatan, 9 Juli 2012. Beberapa orang teman mengantarkan saya sampai ke Bandara SSK Pekanbaru. Saat itu cukup cemas rasanya, nasihat teman-teman malah membuat saya semakin bingung. Nanti sampai di bandara langsung check in, bayar airport tax, perhatikan nomor penerbangan dan blablabla. Saya takutnya malu-maluin, tapi sebenarnya itu tidak menjadi persoalan, mungkin dasarnya gengsi saja. Mulai naik pesawat dan merasakan dag-dig-dug saat mulai terbang, agak panik sih sebenarnya, tapi saya pura-pura terbiasa saja. Sampai akhirnya ngobrol dengan orang disebelah memaksa saya untuk jujur mengatakan bahwa saya baru pertama kali naik pesawat dan baru akan pertama kali juga ke Jakarta. Dan untungnya laki-laki paruh baya teman ngobrol saya itu cukup bersahabat, walaupun saya tahu dia cukup tertawa kecil terhadap saya di dalam hati. Orang itu menasehati saya dan memberikan pesan agar nanti di Jakarta harus begini dan begini, sehabis disini sambung damri kesini, dan ketemu orang jangan begini. Segala macam ia beritahu ke saya, termasuk mengingatkan di Jakarta rawan penipuan dan copet, kamu harus hati-hati katanya. Tampak raut mukanya menunjukkan bahwa ia lelah ingin tidur, namun karena saya terus saja bertanya ini dan itu akhirnya ia pun seperti keasyikan bercerita. Terakhir ia mengatakan bahwa ia akan ke Singapura mengunjungi istrin dan anak-anaknya disana.

Sampai di Bandara Suta dan berbekal catatan rute perjalanan yang harus ditempuh agar sampai di Cilegon. Saya cukup linglung, banyak sekali orang yang menawari jasa perjalanan dan dari tiga orang agen yang menemui saya ketiganya memberi rute yang berbeda-beda pula, satunya mengaku rute ini lebih cepat dan lebih murah. Lama juga saya berdiam diri sambil duduk membolak-balikkan buku, mencoba mengalihkan perhatian para calo yang terus mebuntuti. Satu jam lamanya hingga saya memutuskan untuk memilih jalan yang hati saya katakan benar, naik damri! Saat bertanya mengenai rute damri pun kembali saya mendapat beragam jawaban, sampai saya berfikir apakah saya akan hilang dan tersesat di Jakarta ini? Akhirnya saya naik damri dan turun di kawasan pluit. Sampai disana nanti kamu tanya aja lagi kata seorang bapak di bus damri. Turun di pluit saya langsung ditarik beberapa calo bus terminal bayangan, saya bilang mau ke Cilegon, semua agen mengatakan iya ini bus ke Cilegon. Saya panik dan kembali berpura-pura diam dan ada perlu lain sehingga mereka mengabaikan saya. Saya coba tanya ke seorang penjual asongan, saya yakin orangnya baik dan jujur. Terang saja, dia mengatakan untung kamu gak ikut bus itu. Kamu harusnya nyebrang ke seberang sana, jalan terus sampai halte dan nanti lihat ada bus dan naik bus yang ada tulisan ini warna ini, nah itu cuma bus yang ke Cilegon dari sini. Behh…saya kaget! Apa jadinya kalau saya ikut bus tadi. Hati saya mengatakan bahwa ia orang jujur dan saya pilih ikuti saran orang itu. Akhirnya benar, saya jalan ke Cilegon dan butuh sekitar 5-6 jam hingga akhirnya sampai ke tempat yang saya tuju.

Seminggu mengikuti LK II di Cilegon dan sampailah saatnya pulang. Beberapa kawan akhirnya sepakat diajak kompromi untuk memilih tidak langsung pulang melainkan jalan ke Ibu Kota terlebih dahulu. Akhirnya pagi terakhir di Cilegon kami diantarkan ke stasiun kereta api untuk berangkat ke Jakarta. Sampai jua akhirnya di tanah batavia.

Di Jakarta, kami yang semua tidak paham seluk beluk jalan Ibu Kota akhirnya kembali berkelana dengan meraba-raba, menerka-nerka dan bertanya. Tetapi karena kami ramai maka setidaknya jelas lebih berani dan tidak terlalu was-was. Di Jakarta kami berkeliling panjang, mulai dari Menteng Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat dan semua nama bagian Jakarta kami kelilingi. Kami menginap di sekretariat PB HMI yang terletak di kawasan Menteng. Dari sinilah kami menjelajah Ibu Kota, dari rusun-rusun kumuh hingga menara gedung tinggi dan kantor pemerintahan. Termasuk kantor Kemenpora, pada saat itu saya ingat sekali awal petama Andi Malaranggeng diperiksa di kantornya. Saat kami mampir disana dan mencoba menemui kanda Andi Malaranggeng, bagian tamu mengatakan bahwa sedang ada pemeriksaan oleh BPK dan KPK (seingat saya) sehingga untuk sementara tamu tidak diperkenankan bertemu.

Di Jakarta kami berkeliling seperti tidak mengenal lelah dan lapar, mulai dari main ke taman suropati, museum proklamasi dan banyak deh pokoknya. Ada sekitar satu minggu hingga akhirnya saya dan kawan-kawan berpisah. Dua orang kawan yang masing-masing berasal dari Sidrap dan Aceh memilih untuk pulang terlebih dahulu, sementara saya dan dua orang kawan yang berasal dari Batam memilih untuk bertualang ke Yogyakarta. Horeee besok saya akan ke Yogja..!

Perjalanan ke Yogyakarta kami rencanakan menggunakan kereta api, pagi itu kami sampai di stasiun kereta tetapi ternyata tiket jurusan Yogya sudah habis terjual. Tidak patah arang, kami memilih untuk pergi ke terminal bus dan mencari kemungkinan bus yang berangkat ke Yogya. Adalah akhirnya bus Raharja Putra Mulia yang mengantarkan kami lewat jalan darat sampai di Yogya.

Di Yogya kami menginap di daerah Bantul, cukup jauh dari pusat kota. Kerabat salah seorang kawan kebetulan tinggal disana, sehingga tidak ada tempat lain untuk mendapatkan penginapan gratis selain disana. Saat itu sudah masuk bulan puasa, sehingga puasa pertama adalah di Yogya. Walau dalam kondisi berpuasa, tidak menyurutkan langkah kami mengeliling Yogya. Kami terus menjelajah, main ke Malioboro sampai ziarah ke makam almarhum Prof. Lafran Pane (pendiri HMI). Perjalanan ini seperti napak tilas sejarah HMI. Banyak tempat yang kami kunjungi di Yogya, selain jalan-jalan tidak lupa pula belanja. Baju batik oleh-oleh dari Yogya masih saya simpan hingga saat ini.

Saat di Yogya, keputusan sulit harus diambil. Dua orang teman yang berasal dari Batam sudah dibelikan tiket pulang oleh seniornya, dan tiket itu berangkat dari Yogya. Saya ciut karena saya belum punya tiket dan uang untuk pulang ke Pekanbaru. Saran dari kawan, saya disuruh balik ke Jakarta diongkosi dan nanti di Jakarta saya cari cara untuk pulang ke Pekanbaru.

Akhirnya stasiun kereta api Lempuyangan Yogya memisahkan saya dan kawan-kawan. Berangkat malam dari Yogyakarta menuju Jakarta seorang diri dalam perjalanan 12 jam.

Tiba di Jakarta, namun kali ini saya seorang diri. Saya menginap di mushalla PB HMI. Masih ingat jelas bahwa ketika itu PB HMI sedang konflik sehingga sangat jarang senior-senior HMI yang beraktifitas disana saat itu. Padahal harapannya saya bisa ketemu banyak senior dan dapat bantuan untuk biaya pulang. Beberapa orang senior memang ada yang saya jumpai disana, tetapi belum ada yang berikan bantuan biaya. Mereka kasih saran untuk temui kakanda ini dan kakanda itu, saya dikasih alamat dan kantornya di Jakarta. Memberanikan diri akhirnya kali ini saya berkelana sendiri, sudah merasa cukup terbiasa.

Selain itu, saya inisiatif untuk menghubungi kanda-kanda pemateri pada saat LK II kemarin. Betapa beruntungnya saya ketika hampir semua yang saya hubungi merespon dengan baik dan memberikan bantuan biaya. Cerah juga jalan saya untuk pulang. Namun, tidak lantas saya memlilih pulang. Saya ingin menikmati Jakarta beberapa hari lagi. Saya hubungi teman yang saat itu kuliah di Jakarta, beliau berdomisili di daerah Ciputat, lagi-lagi seorang diri saya menyusuri jalanan Jakarta. Dengan sahabat saya itu, saya diajakan mengunjungi beberapa tempat dan istimewanya diajak menyaksikan Kick Andy live dari studionya. Wah keren banget ini.

Tidak terasa sudah hampir satu bulan saya di Jakarta. Banyak agenda yang saya jalani disini. Setalah nginap beberapa hari di rumah sahabat saya di Ciputat akhirnya saya kembali ke Menteng, dari Menteng saya diajak untuk tinggal beberapa hari dengan senior HMI yang berasal dari Pekanbaru. Bersama beliau, kembali saya diajak keliling Jakarta, sampai ke ujung di pelabuhan ikan muara angke.

Meski saat itu bulan puasa, namun alhamdulillah puasa saya penuh tanpa bolong seharipun selama disana. Ada cerita menarik ketika mengenai puasa di Jakarta, saya diajak untuk ikut agenda buka bersama di rumah salah seorang Alumni HMI, Akbar Tandjung. Di Jakara memang sering diselenggarakan acara seperti itu, bahkan presiden, menteri dan tokoh-tokoh lainnya punya jadwal acara sendiri di rumahnya dan mengundang banyak pejabat dan tokoh lain untuk hadir. Di rumah Akbar Tandjung, saya kurang ingat alamat rumahnya, disanalah pertama kali saya bertemu dengan kanda Anas Urbaningrum – yang saat ini sedang dirundung masalah. Saya ingat ketika itu mantan presiden BJ. Habibie yang memberikan ceramah di rumah Akbar Tandjung.

Sekitar satu minggu menjelang lebaran akhirnya saya pulang kembali ke Pekanbaru bersama senior HMI. Petualangan panjang sudah mendekati akhir.

Sampai di Pekanbaru, awal niatnya saya akan fokus mempersiapkan untuk tamat. Namun dasar petualang, hati ini tetap gelisah. Ada satu lagi yang mengganjal di hati, impian saya untuk ke luar negeri sebelum tamat kuliah terpaksa harus diabaikan dan mungkin akan jadi mimpi selamanya jika saya memilih untuk menyudahi petualangan ini. Keinginan saya kembali liar, saya pilih investasikan waktu untuk menggapai mimpi ke luar negeri. Wisuda kembali saya tunda.

Akhirnya tercapai juga mimpi saya ke luar negeri, Filipina dan Jerman menjadi saksi pencapaian saya di tahun setelahnya, 2013. Saat ini di 2014 insya Allah saya sudah menggenapi semua angan-angan dan impian saya selama kuliah. Hari ini saya baru mendaftar untuk ikut ujian Munaqasyah (ujian skripsi). Insya Allah saya akan tamat di awal tahun ini. Do’akan ya…