….belajar betul-betul kamu di Jerman sana,… ada puluhan ribu kader HMI yang senang berwacana revolusi dan perubahan tapi males baca serius… belajar saja baik-baik mudah2an tiap tahun satu dua atau tiga kader sumatera boleh kamu ajak menyusul ke sana, insya allah lah.” – pesan kakanda Andi Hakim kepada saya. Dibaca pagi ini.

IMG_1190

Saya ingat sekali saat itu ketika impian-impian saya mulai terwujud. Salah satu diantaranya ketika saya hendak mewujudkan impian “sudah harus ke luar negeri sebelum tamat kuliah; saya dapat kesempatan ke Filipina”. Ada sinyal-sinyal yang menggetarkan dan terasa sangat aneh. Seolah ini jawaban.

Ada hal menarik ketika malam hari ketika esoknya saya hendak berangkat ke Filipina (impian terwujud). Malam itu saya seolah merasa melayang. Ada aura-aura di sekitar tubuh saya yang terbang bebas lepas dengan harmoni. Terasa begitu damai. Suatu kondisi yang belum pernah saya rasakan sama sekali. Rasa syukur tak terhingga menggema di fikiran saya kepada yang Maha Kuasa. Saya tidak bisa menjelaskan dengan rinci apa yang sebenarnya sedang terjadi. Namun setidaknya itulah jawaban saya kepada beberapa teman yang bertanya tentang apa yang saya rasakan ketika impian terwujud (impian hasil perjuangan dengan sungguh-sungguh/bukan simsalabim).

Semua adalah pertolongan Allah
Coba dengarkan kesaksian saya bagaimana Allah membantu terwujudnya impian saya. Hari itu, sekitar dua hari sebelum akhirnya saya berangkat ke Filipina. Sudah lewat satu minggu lamanya saya berusaha mencari bantuan biaya kesana kemari namun tidak ada jawaban yang menentramkan. Rupiah belum terkumpul. Malam itu saya temui salah seorang kakanda alumni HMI yang kebetulan sudah akrab berkeliling dunia. Saya jumpai beliau di rumahnya setelah janji untuk bertemu di sore hari.

Saya datang ke rumah beliau ketika waktu sudah hampir maghrib. Namun “…..beliau masih belum pulang”, ujar istrinya. Saya putuskan untuk terlebih dahulu shalat magrib di sebuah mushalla tidak jauh dari rumah kakanda tersebut. Saya shalat dengan penuh kepasrahan dan pengaharapan, dalam fikiran saya ini adalah saat-saat terakhir saya untuk berusaha. Saat itu uang yang saya miliki adalah satu lembar tok Rp. 50.000, tidak ada lagi pegangan lainnya. Selesai shalat, tergerak saja hati saya untuk memberikan sepenuhnya uang yang saya punya untuk mushalla tersebut. Tidak terfikir bagaimana nantinya untuk saya makan ketika pulang dsb. Saya hanya fikir ikhlas demi Allah semata denga penuh pengharapan. Seusai itu, saya kembali ke rumah kakanda tersebut. Kami bertemu dan beliau memberikan motivasi serta nasihat kepada saya.

Esoknya keajaiban datang
Pagi hari saya mulai kembali beraktifitas mengurus bantuan pembiayaan. Betapa kagetnya saya ketika saya dapat kepastian bantuan biaya keberangkatan. Tidak tanggung-tanggung, sejumlah 135 kali lipat dari apa yang saya sedekahkan malam itu. Saya bergitu bersyukur dan sangat terharu dengan bantuan Allah Swt yang Ia berikan melalui hambanya.

Siangnya, saya bergegas mengurus segala hal untuk keberangkatan. Beli tiket, perlengkapan dan segala keperluan. Saya menangis dalam perjalanan siang hari itu. Saya masih tidak percaya Allah berikan saya kesempatan ini.

Ya Allah, bantu kami menjadi hamba-hambamu yang terbaik, selalu taat padaMu, menjalankan segala perintah dan menjauhi laranganMu.

Saya do’akan sukses dan berhasil selalu kepada sahabat-sahabat yang lagi berjuang maupun yang akan merencanakan perjuangan. Saya suka dengan orang-orang yang berjuang.

Salam sukses,
Adhitya Fernando