Capres Indonesia 2014

[dropcap style=”flat”]B[/dropcap]elakangan, saya mencoba membaca dan mulai membandingkan gagasan-gagasan yang diusung oleh para calon Presiden yang bermunculan. Dari sekian nama yang berseliweran, saya baru menemukan gagasan dari Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, Anis Matta dan Anies Baswedan. Calon lain tampak belum mengeluarkan gagasannya, kemungkinan mereka masih menyimpan ide segar untuk Indonesia-nya pasca pemilu legislatif atau memang mereka tidak memikirkan gagasan.

Capres Indonesia 2014

Kita coba kupas satu per satu dari 4 nama yang telah saya sebutkan di atas.

1. Prabowo Subianto

Prabowo dan Partai Gerindra mengusung “6 Program Transformasi Aksi Bangsa”. Enam program ini meliputi isu ekonomi, pangan, energi, infrastruktur, birokrasi, dan pembangunan manusia. Menariknya gagasan yang dibawa oleh Prabowo adalah dia selalu mengupayakan adanya kuantifikasi (angka) dalam program turunannya. Seperti peningkatan pendapatan per kapita hingga USD 3500, membangun 3000 km jalan raya dan kereta api dan mencetak 2 juta Ha lahan pertanian baru. Buat saya, cara penyajian gagasan semacam ini sangatlah baik karena memberikan kesempatan bagi calon pemilih untuk bisa mengkritisi gagasan program yang ada dan merefleksikan dengan kebutuhan terhadap pembangunan Indonesia. Belakangan, Prabowo bahkan mulai mengeluarkan angka-angka rupiah yang diperlukan untuk menjalankan programnya. Terakhir saya membaca rencana infrastruktur yang beliau butuhkan adalah 505 Triliun.

2. Aburizal Bakrie

Aburizal Bakrie dan Partai Golkar mengusung tema “Visi Indonesia 2045: Negara Kesejahteraan”. Berbeda dengan Prabowo, Ical, sapaan akrab Aburizal Bakrie memulai gagasan dengan target/indikator pembangunan Indonesia yang di bagi menjadi 3 fase. Setiap fase ada pencapaian yang ingin dicapai, yang menurut saya masih terfokus pada indikator ekonomi, seperti rasio gini, pertumbuhan dan pendapatan per kapita. Ada beberapa indikator juga terkait isu sosial seperti tingkat kemiskinan dan pengangguran, namun saya tidak melihat standar apa yang digunakan dalam menentukan penilaian indikator ini. Selanjutnya, Ical mencoba menurunkan target pencapaian ini menjadi strategi-strategi. Bagus dan melingkupi semua aspek pembangunan, namun sayangnya diskusi yang dimunculkan masihlah bersifat normatif. Kalimat-kalimat ala orde baru seperti ‘mengoptimalkan’, ‘memajukan’, ‘mensinergikan’, dan ‘mempercepat’ masih menjadi pilihan kata yang digunakan. Alhasil, saya melihat strategi Ical dengan pengusungan ‘blue print’ ini merupakan buah pemikiran yang baik dan patut di tiru, namun dalam tatanan implementasi, ini masih sulit untuk divisualisasikan. Strategi pembuatan ‘cetak biru’ yang bersifat makro abstrak ini cenderung tidak cocok untuk pemilih generasi baru demokrasi.

3. Anis Mata

Anis Matta, dengan buku “Gelombang ketiga Indonesia” mencoba memberikan gambaran atau peta tentang situasi yang terjadi di Indonesia saat ini. Melalui bukunya, Anis Matta mencoba berkomunikasi dengan generasi pemilih baru demokrasi, bahwa dirinya mengerti betul kebutuhan dari generasi ‘posmo’ ini. Anis memberikan sebuah cara pandang baru dalam pembangunan Indonesia, yaitu dengan memahami manusia Indonesia itu sendiri. Dengan memahami karakter manusia Indonesia, seorang pemimpin akan mengetahui cara terbaik dalam membangun manusia dan bangsa Indonesia. Itu mengapa, Anis, dalam bukunya mengatakan bahwa peran pemimpin (dalam konteks ini Presiden) adalah membentuk pribadi manusia Indonesia. Apakah manusia Indonesia masihlah seperti yang Koentjoroningrat karakterkan di tahun 1976 ataukah sudah ada perubahan? Anis meyakini telah terjadi perubahan, sehingga menjadi sangat penting untuk pemimpin Indonesia menemukan arah dan gaya kepemimpinan baru di republik ini. Anis menekankan pentingnya titik equilibrium antara pembangunan ekonomi dan kebebasan politik. Di salah satu bagian buku, Anis juga mengutarakan urgensi bagi pemimpin Indonesia dalam memanfaatkan semua fitur demokrasi untuk menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

4. Anies Baswedan

Anies Baswedan dengan jargon “Menuntaskan janji kemerdekaan’”membawa tema ‘Indonesia 1945′: 1 Semangat, 9 Pekerjaan, 4 Janji Kemerdekaan dan 5 Tahun bekerja. Anies menurut saya masuk dengan gagasan yang disajikan dengan cara ‘posmo’. Sangat anak muda, mudah dipahami, dan menggunakan kata kata persuasif yang membuat orang mau bekerjasama dengannya. 9 pekerjaan yang di angkat oleh Anies adalah 9 aspek pembangunan yang ia pilih dan beri label: Indonesia Merdeka, Indonesia Beradab, Indonesia Sejatera, Indonesia Adil dan Makmur, Indonesia Cerdas, Indonesia Sehat, Indonesia Erat, Indonesia Bermartabat dan Indonesia Gotong Royong. Setiap tema pembangunan ini memiliki sasaran/target masing-masing yang diturunkan menjadi strategi pencapaian tersendiri. Namun, saya melihat, Anies masih menggunakan kalimat-kalimat kualitatif (gaya sastrawan) ketimbang memunculkan angka-angka pencapaian. Selain itu, Anies masih banyak mengupas kondisi eksisting Indonesia dan menjadikan itu sebagai landasan dalam mendefinisikan tantangan Indonesia.

Menariknya, saya melihat, Anies menaruh titik tekan (setidaknya saya nilai dari sejauh mana elaborasi strategi) pada dua bidang, yaitu ekonomi dan pendidikan. Saya kira ini sesuai dengan latar belakang seorang Anies yang peduli kualitas sumber daya manusia dan tantangan meningkatkan level ekonomi Indonesia. Sebagai seorang alumnus luar negeri, Anies terlihat dari cara penyajiannya yang gemar membandingkan kondisi Indonesia dengan kondisi negara lain. Menurut saya, yang perlu dilakukan Anies selanjutnya adalah bekerjasama dengan para pakar sesama Ph.D lainnya untuk menurunkan gagasan besar dia menjadi narasi narasi kecil yang konkrit dan mampu di implementasikan.

Demikian komparasi saya terhadap 4 gagasan yang sudah ada. Buat saya, Indonesia perlu memaksa dirinya untuk terbiasa mengkomparasi gagasan yang di bawa oleh calon Presiden atau Partai Politik. Dengan membandingkan gagasan yang ada, kita menjadi mengetahui bagaimana gambaran Indonesia kedepan, memberikan kesempatan kepada kita untuk mengkritisi rencana kebijakan yang ada bila dinilai tidak valid. Dan yang paling penting, kita memilih dengan landasan rasional, yaitu membandingkan gagasan.

#analisisekonomipolitik


*Artikel ini merupakan tulisan Ridwansyah Yusuf Ahmad. Tulisan aslinya dapat dilihat di:  Membedah gagasan calon presiden Indonesia