Riwayat Pendidikan

[carousel source=”media: 4342,4341,4331,4332,4333,4334,4335,4339,4338,4337,4336,4343,4344,4345,4346,4347,4349,4391,4394,4401,4406,4524,4523,4522,4521,4519,4518,4511,4512,4513,4514,4515,4516,4517,4510,4509,4507,4505,4504,4503,4502,4499,4498,4497,4483,4490,4491,4493,4494,4495,4496″ limit=”50″ link=”image” width=”700″ height=”140″ responsive=”no” items=”5″ scroll=”3″ title=”no”]

Masa Sekolah Dasar – SD N 075 Mandau

SD N 047 Balai Makam (Kiri ke kanan): Adhitya Fernando - Andi Saputra (Adik kandung)

Foto 1. (Kiri ke Kanan) Adhitya Fernando dan Andi Saputra (Adik kandung) ketika bersekolah di SD N 075 Balai Makam.

[dropcap style=”flat”]A[/dropcap]Adhitya menghabiskan masa pendidikan formalnya mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) di Duri, sebuah kota kecil di kabupaten Bengkalis, provinsi Riau. Ia tidak menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) seperti lazimnya anak-anak seusianya ketika itu. Adhitya kecil dibimbing penuh oleh Ibunya untuk Calistung (Baca, Tulis dan Hitung), sampai suatu ketika di usianya 5, tahun Adhitya kecil minta masuk SD kepada Ibunya. Hal ini dipicu karena melihat teman mainnya setiap pagi mengenakan seragam merah-putih, wajar sebenarnya, karena rata-rata usia mereka sudah 6 bahkan 7 tahun.

Karena melihat keinginan putranya yang begitu kuat, Ibunya pun menuruti. Sang Ibu datang ke Sekolah Dasar Negeri 075 Balai Makam yang beralamat di Jalan Studen, tidak jauh dari tempat tinggalnya―untuk menerangkan perihal keinginan Adhitya kecil. Sang Ibu menjelaskan dengan sungguh-sungguh, namun guru-guru di SD tersebut sulit untuk menerimanya dikarenakan faktor usia yang memang belum mencukupi. Ibunya tetap gigih mengadvokasi keinginan putranya, sampai pada akhirnya Adhitya kecil diberi kesempatan untuk menghadap Kepala Sekolah yang kala itu dijabat oleh Pak Zainuddin.

Foto 3: (Dari kiri atas ke kanan atas) Yopie - Fajri - Hilman Shodri - Becky - Adhitya Fernando. Berfoto bersama disekitar tahun 2002 di rumah Adhitya Fernando.

Foto 2. (Dari kiri atas ke kanan atas) Yopie – Fajri – Hilman Shodri – Becky – Adhitya Fernando. Berfoto bersama disekitar tahun 2002 di rumah Adhitya Fernando.

Dalam pertemuan itu, Adhitya kecil diharuskan menunjukkan kemampuan baca, tulis, dan hitung sebagai syarat dan bukti bahwa ia mampu mengikuti pelajaran sebagaimana kawan-kawan di kelasnya nanti. Adhitya yang memang sejak awalnya sudah dibimbing ekstra oleh Ibunya, dengan percaya diri menunjukkan kebolehannya itu. Terpukau dengan kemampuan Adhitya, akhirnya sang Kepala Sekolah menyetujuinya menjadi murid SD N 075 tersebut, sekalipun diluar masa penerimaan siswa―jadwal belajar mengajar di sekolah tersebut sudah berlangsung sekitar beberapa minggu lamanya.

Semasa di Sekolah Dasar, Adhitya menunjukkan prestasi yang gemilang. Ia tercatat sebagai peraih juara kelas setiap semesternya, tidak pernah lepas dari ranking tiga besar. Dalam suatu pertemuan, sang wali kelas bercerita kepada orang tuanya bahwa sang anak termasuk cerdas di segala bidang, “Beda sama si Anu, kalau dia memang paling pintar di bidang itu, kalau Adhitya ini pandai semua sepertinya”, ungkap sang guru. Dalam suatu kesempatan pertemuan dengan wali murid, pak Zainuddin kepala sekolah bertemu dengan Ibunda Adhitya, beliau berujar, “Ternyata Adhitya memang pintar, pertahankan prestasi anaknya ya, Bu”. Teman-teman sekelas Adhitya saat itu diantaranya adalah Romario Farera, Zoel Ficky, Hilman Shodri, Muhammad Al Farabi, Zahara, Desi Ratnasari, Fitriyani Adrian, dsb.

Adhitya kecil turut membantu Ibunya berjualan. Ia memasarkan kue-kue dan es yang dibuat Ibunya ke kantin sekolah, dan beberapa kedai di sekitar rumah. Adhitya tidak sama sekali merasa gengsi, malah ia merasa bangga bisa membantu orang tuanya.

Sementara itu, di Sekolah Dasar ini pula naluri kepemimpinan Adhitya mulai terasah, ia dipercaya sebagai ketua kelas selama 6 tahun. Pada saat perpisahan sekolah, Adhitya tampil menjadi anggota paduan suara, menyanyikan lagu Terima Kasih Guru. Pada kesempatan tersebut, ia juga mendapat penghargaan sebagai juara umum sekolah dengan perolehan nilai tertinggi diantara semua siswa.


Masa Sekolah Menengah Pertama – SMP N 3 Mandau

Foto 3: (Kiri ke Kanan) Teddy Surianto - Adhitya Fernando - Tommy Hidayat. Berfoto di belakang salah satu dinding kelas SMP N 3 Mandau.

Foto 3. (Kiri ke Kanan) Teddy Surianto – Adhitya Fernando – Tommy Hidayat. Berfoto di belakang salah satu dinding kelas SMP N 3 Mandau.

[dropcap style=”flat”]P[/dropcap]ada bulan Juni 2002, Adhitya resmi menjadi murid di SMP N 3 Mandau. Ia duduk di kelas 1.2. SMP N 3 Mandau berlokasi di Jalan Gayabaru, kelurahan Duri Timur, sekitar 10 Km dari rumahnya, atau harus menaiki kendaraan umum untuk sampai kesana. Pada tahun pertama sekolahnya, Adhitya masih menunjukkan prestasi yang gemilang, terbukti dengan rangking 3 besar yang berhasil ia peroleh. Ini membuktikan bahwa ia mampu bersaing dengan anak-anak dari sekolah lain. Namun, beranjak remaja, sepertinya ia mulai terpengaruh dengan lingkungan dan pergaulan yang sudah mulai bebas. Prestasinya menurun di tahun kedua. Adhitya mulai mengalami pergolakan di dalam dirinya, memasuki masa awal puberitas dan pengembangan diri.

Bersekolah di daerah yang jauh dari rumah membuat Adhitya mengenal banyak teman-teman baru dan membuka perspektifnya tentang dunia luar.  SMP N 3 Mandau kala itu sudah memiliki OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah), namun tampaknya ia belum tergerak untuk berorganisasi. Aktifitas OSIS saat itu pun belum terlalu banyak, mungkin maklum masih setingkat SMP. Di sekolah ini ia pernah menjadi petugas upacara, namun tidak sebagai penggerek bendera, melainkan sebagai pembaca do’a upacara dan pembukaan UUD. Hal itu salah satu yang ia sesali. Adhitya cukup aktif di kegiatan olahraga sepak bola, saat itu sering diadakan pertandingan antar kelas dimana ia menjadi wakil kelasnya di pertandingan itu.

Di sekolah yang dipimpin oleh pak Syamsuri (Alm) ini, Adhitya menyenangi mata pelajaran muatan lokal Elektronika yang diampu oleh pak Samsul. Praktikum-praktikum elektronika dikerjakannya dengan serius, bahkan ketika di salah satu tugas akhir membuat rangkaian lampu hias menggunakan LED (Light Emiting Diode), Adhitya berhasil membuat suatu rangkaian unik berbentuk hati. Nilai akhir rapornya untuk elektronika adalah 9.25, hal ini sempat membuat ia tertarik ingin mendalami elektro di pendidikan tinggi nantinya. Selain elektro, mata pelajaran lain yang ia senangi ialah Matematika, bukan karena ia mahir, namun karena cara sang guru pak Budiman mengajar yang menarik. Beliau sering berseloroh bahwa nama panjangnya Budimancik; mancik dalam bahasa Minang berarti tikus.

Foto 4: (Kiri ke Kanan) Adhitya Fernando - Nur Irwanto - Teguh Dermawangsa - Meretsa Riauzi

Foto 4. (Kiri ke Kanan) Adhitya Fernando – Nur Irwanto – Teguh Dermawangsa – Meretsa Riauzi

Di sekolah ini juga diajarkan kerajinan tangan, tulisan arab melayu dan industri rumah tangga khas Riau. Salah satu produk makanan yang ia pernah buat bersama teman-temannya adalah Rengginang. Pernah untuk suatu tugas akhir dalam muatan lokal kesenian, Adhitya dan beberapa kawan-kawan sekelasnya, diantaranya Imza Renaldi, Santo Yulianto, Rudi Gunawan, Leo Vani, Teddy Surianto dll membentuk grup musik. Mereka menampilkan beberapa lagu dari grup band Radja yang sedang naik daun. Untuk penampilan ini, Adhitya dan teman-teman terlebih dahulu melakukan persiapan dan latihan lebih kurang 3 minggu lamanya. Beberapa kali latihan diadakan di rumah Adhitya di Jalan ST Syarif Kasim.

Selama di SMP, Adhitya masih tetap menyempatkan waktunya membantu orang tua membuat kue-kue dan es seperti saat di SD. Adhitya bertugas mengantarkannya ke kedai-kedai di sekitar rumah. Salah satu dagangan yang laris manis adalah es buah, Adhitya berulang kali mengisi ulang es-es nya di kedai-kedai. Ia bersama Ibunya juga kerap berjualan di acara-acara setempat seperti saat perayaan hari kemerdekaan 17 Agustus.

Merayakan masa-masa perpisahan sekolah, murid-murid kelas 3 waktu itu mengadakan liburan ke Sumatera Barat. Saat teman-temannya bersenang-senang, Adhitya sebaliknya malah bersedih, disebabkan tidak mendapat izin dari orang tuanya untuk ikut dalam kegiatan tersebut. Namun di dalam hatinya, pengalaman bergaul sehari-hari dengan teman-teman di sekolah tersebut tetap menjadi kesan yang terindah.


Masa Sekolah Menengah Atas – SMA N 3 Mandau

Pas photo SMA - Adhitya Fernando

Foto 5. Adhitya saat SMA dengan seragam putih abu-abu

[dropcap style=”flat”]S[/dropcap]etamat dari SMP, Adhitya melanjutkan pendidikan ke SMA N 3 Mandau, tidak jauh dari rumahnya di Jalan Sultan Syarif Kasim. SMA N 3 Mandau berlokasi di Jalan LKMD, sekitar 400 meter dari rumahnya. Pada awalnya, Adhitya sempat ingin melanjutkan ke SMA N 2 atau yang lebih terkenal dengan sebutan SMA “Piji”. SMA Piji, disebut demikian karena lokasinya di daerah Pokok Jengkol disingkat PJ, atau dalam bahasa Inggris diucapkan “Piji”. SMA tersebut saat itu terbilang populer karena murid-muridnya yang kebanyakan “anak-anak gaul”, istilahnya. Banyak teman-teman SMP yang mengajaknya untuk masuk ke sekolah tersebut, namun berdasarkan saran dari orang tua akhirnya jatuhlah pilihan ke SMA N 3 Mandau, dengan pertimbangan diantaranya bersekolah dekat rumah tidak lagi memerlukan biaya transportasi.

Adhitya bertekad untuk mengembangkan kualitas kepribadiannya dengan bergabung dengan komunitas yang lebih luas. Ia sangat ingin menjadi anggota salah satu organisasi di sekolah ini. Saat Masa Orientasi Siswa (MOS) berlangsung, ia tampil dengan baik dan serius mengikuti kegiatan perkenalan tersebut. Saat itu juga diadakan pengenalan dan perekrutan anggota organisasi dan ekstrakurikuler sekolah, diantaranya adalah Pramuka, OSIS, Drumband dll. Adhitya berminat di Drumband, dan ia pun mendaftarkan diri. Beberapa hari setelahnya ia terpanggil seleksi, namun sayang ia tidak lulus.

Prestasi akademik Adhitya selama di SMA tidak terlalu menonjol, namun juga tidak terlalu buruk. Di tahun-tahun pertama, Adhitya tampil sebagai siswa yang biasa, dalam pelajaran sehari-hari maupun dalam pergaulan. Namun, sejatinya terdapat hasrat dalam dirinya untuk menjadi seseorang yang lebih baik, lebih berani, lebih berpengaruh dan tentunya berprestasi.

Saat di SMA, Adhitya tidak lagi berjualan es, melainkan membantu Ibunya berjualan baju di pasar Mandau. Ibunya membuka lapak semi-permanen berukuran 2×2 meter di bahu pertokoan pasar Mandau. Barang dagangan Ibunya diantaranya adalah baju anak-anak, jilbab dan berbagai pakaian jadi. Karena lapak hanya terbuat dari kayu, menyebabkan barang-barang dagangan harus disimpan-titip di gudang belakang pasar tersebut. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah ia mengantar Ibunya ke pasar, membantu mengangkat barang dari gudang dan memajangnya di lapak. Pulang sekolah, Adhitya kembali ke pasar untuk menjemput Ibunya. Aktivitas ini cukup membantu ekonomi keluarga. Memang tidak setiap hari dagangan Ibunya laris manis, namun selama sebulan, pendapatan yang diperoleh cukup menggembirakan. Terlebih jika memasuki masa-masa ramadhan dan lebaran, omset bisa berkali-kali lipat. Malam takbiran ia tetap berjualan, karena memang waktu tersebut adalah kesempatan obral besar-besaran.

Aktivitas berjualan baju ini sempat berjalan selama kurang lebih dua tahun, sampai akhirnya suatu hari, Adhitya dan Ibunya harus merelakan lapaknya dibongkar paksa oleh satpol PP karena dianggap sebagai lapak liar. Adhitya tidak punya pilihan selain merelakan hal tersebut, karena memang lokasi lapak berada di bahu pertokoan.

Adhitya Fernando saat latihan band di salah satu studio di Duri

Foto 6. Adhitya Fernando saat latihan band di salah satu studio di Duri

Orang-orang bilang, masa sekolah adalah masa-masa yang paling indah. Pergaulan Adhitya di SMA juga dihiasi oleh rona-rona asmara. Ia sempat memiliki “teman dekat” pada masa SMA ini. Selama SMA, Adhitya gemar bermain alat musik. Ia rutin bermain gitar. Beberapa waktu sekali ia dan teman-temannya di Adebayor Band pergi bermain musik di studio. Adebayor Band diisi oleh Feri Anggriawan sebagai pemain drum, Adhitya di melodi, Ade di gitar dan Robi sebagai vokalis. Adhitya sempat beberapa kali mengikuti seleksi Band untuk tampil di pentas seni SMA, tapi sayang, tidak sekalipun dari tiga kali pentas seni ia dan bandnya berhasil tampil. Selain bermain band, Adhitya juga rutin bermain basket. Ia bergabung dengan tim basket sekolah. Teman-temannya dalam tim ini seperti Teguh Dermawangsa, Meretsa Riauzi, Taufik Rizki, dan Niki dan Niko. Aktifitas lain Adhitya diantaranya adalah berkumpul dengan teman-temannya di Cruzer, sebuah komunitas motor yang didirikan oleh Arif Wiyuda..

Saat di kelas 2, Adhitya mulai giat belajar untuk meningkat prestasi akademisnya. Orang tuanya memberinya nasihat agar berusaha memperoleh nilai yang bagus sehingga bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Nasihat itu pun didengarkannya.

Adhitya saat tampil di pembukaan Porda Bengkalis

Foto 7. Adhitya saat tampil di pembukaan Porda Bengkalis

Di tahun ini pula muncul kembali keinginan untuk bergabung dengan grup Drumband, yang tidak bisa dipungkiri para anggotanya cukup tersohor ―semacam selebritis sekolah. Motivasinya saat itu adalah agar lebih aktif dan mempunyai pergaulan yang lebih luas, serta ingin merasakan bagaimana menjadi utusan sekolah untuk tampil di acara-acara luar sekolah. Pada saat itu Drumband SMA N 3 memang sering tampil di berbagai event. Berkat bantuan temannya, Feri Anggriawan, yang sudah lebih dahulu menjadi anggota Dumband, akhirnya Adhitya berhasil menjadi anggota baru grup tersebut. Saat itu memang grup Drumband sedang membutuhkan tambahan anggota untuk undangan penampilan yang lebih besar, terutama persiapan untuk penampilan di pembukaan PORDA (Pekan Olahraga Daerah) di Bengkalis. Anggota lama grup drumband ini diantaranya adalah Muhammad Ramadhan, Gustina Sundari, Yuliana Said, Rais Arkoni, Rizki Kurniawan, Muhammad Habibie, Rahayu Widiyanti dsb. Adhitya ditugaskan menjadi pemain Simbel. Sepanjang bergabung dengan Drumband, Adhitya berkesempatan tampil di tiga event: PORDA Bengkalis, Festival di Kantor Camat Mandau, dan Pinggir.

Adhitya Fernando saat study tour SMA N 3 Mandau di air terjun Lembah Anai

Foto 8. Adhitya Fernando saat study tour SMA N 3 Mandau di air terjun Lembah Anai

Pada saat SMA ini, Adhitya diberikan izin oleh orang tuanya untuk berangkat study tour perpisahan SMA ke Sumatera Barat, tidak seperti saat SMP. Adhitya menyempurnakan masa pendidikan SMA nya dengan gelar juara kelas di kelas 3. Teman-teman sekelasnya waktu itu diantaranya adalah Feri Anggriawan, Afitra, Rasyid Gani Hadi, Putra Cahyadi, Bintang Sibarani, Delsika Syafitri, Sadri Miharni, Khoirul Rizal dsb. Beberapa bulan menjelang tamat, kedua orang tuanya mendiskusikan perihal kelanjutan sekolahnya. Ada beberapa tawaran yang dibahas saat itu, pertama Adhitya melanjutkan ke universitas, namun tidak bisa jauh-jauh, orang tua hanya menyanggupi ia berkuliah di Pekanbaru. Sedangkan pada saat itu ia ingin sekali melanjutkan pendidikan di Jawa. Kedua, orang tuanya menyarankan agar ia bekerja terlebih dahulu sambil mengumpulkan biaya untuk kuliah. Adhitya paham akan kondisi ekonomi orang tuanya yang kala itu memang sedang surut. Ia mengambil pilihan kedua.

Adhitya bersama teman-teman sekelas di suatu sore

Foto 9. Adhitya bersama teman-teman sekelas di suatu sore.

Akhirnya, tidak berselang lama setelah pengumuman kelulusan SMA, Adhitya melamar sebagai pegawai PT. PLN (Perusahaan Listrik Negara) yang kala itu memang sedang membuka rekrutmen pegawai lulusan SMA. Berbagai syarat ia kirimkan seperti Kartu Pencaker (Pencari Kerja) dan berkas administrasi lainnya. Beberapa minggu kemudian ia menjalani rangkaian seleksi yang dilaksanakan di Padang, Sumatera Barat. Seleksi pertama adalah tes akademik, soal-soal hitungan matematika dan fisika kelistrikan ia lahap dengan baik. Lulus tes akademik, tes berikutnya adalah psikotes. Keberuntungan sepertinya tidak berpihak padanya di psikotes, ia gagal di tes ini. Konsekuensinya, harapan bekerja di PLN pun kandas. Ia pun pulang kembali ke Duri.

Adhitya bersama teman-teman saat lulus SMA (Tidak untuk ditiru, bukan contoh yang baik)

Foto 10. Adhitya bersama teman-teman saat lulus SMA (Tidak untuk ditiru)

Di Duri, Ibunya kembali memikirkan rencana kedepan untuk putranya ini. Kebetulan tidak lama berselang juga PT. Chevron membuka kesempatan kerja untuk lulusan SMA. Sayang, tidak banyak cerita di bagian ini. Adhitya terpanggil seleksi namun ia harus menghadapi kenyataan gagal di putaran pertama seleksi. Hal yang menyakitkan bahwa seleksi pertama tersebut adalah psikotes.

Harapan terakhir adalah melanjutkan ke perguruan tinggi. Meskipun dengan berat hati, Adhitya menuruti keinginan orang tuanya untuk berkuliah di Pekanbaru. Diantara teman-teman satu angkatan sekolahnya, sebenarnya juga tidak banyak yang melanjutkan kuliah di luar sumatera, mayoritas memilih kampus-kampus yang ada di Pekanbaru


Masa Kuliah Sarjana – UIN Sultan Syarif Kasim

Adhitya Fernando saat mendaftar di UIN Suska Riau

Foto 11. Adhitya Fernando saat mendaftar di UIN Suska Riau

[dropcap style=”flat”]A[/dropcap]dhitya diterima di jurusan Pendidikan Kimia UIN Suska Riau melalui jalur PBUD (Pemilihan Bibit Unggul Daerah) pada bulan Juni 2008. Ia tidak sama sekali berniat menjadi guru, namun orang tuanya berkeinginan kuat agar ia mengambi jurusan ilmu keguruan, dengan harapan anaknya kelak menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil). Keinginan Adhitya sebenarnya adalah masuk di jurusan teknik, membayangkan ia akan mengikuti jejak ayahnya bekerja di industri. Ia berusaha mengikhlaskan hal ini, sembari menguatkan tekadnya untuk menjalani pendidikannya di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau dengan baik.

Adhitya di depan gedung rektorat UIN Suska Riau

Foto 12. Adhitya di depan gedung rektorat UIN Suska Riau

Adhitya sempat tersasar (salah jalan) saat pertama kalinya berangkat ke Pekanbaru mengurus pendaftaran kuliahnya. Pekanbaru memang bukan daerah yang jauh dari Duri, bisa dicapai menggunakan bus dengan waktu perjalanan lebih kurang 4 jam. Namun, Adhitya tidak punya pengalaman banyak mengenal daerah Pekanbaru sebelumnya. Berbekal kontak keluarga dan teman-teman di Pekanbaru akhirya ia sampai juga di kampus Islam Negeri satu-satunya di Sumatera ini.

Adhitya terkaget-kaget ketika pertama kali, di dalam angkutan umum menuju kampus, kiri kanan jalan adalah kawasan semi-hutan. Ia sempat menyangka menjadi korban kejahatan supir angkot karena berfikir entah dibawa kemana. Supir meyakinkan bahwa benar ini jalan menuju kampus. Ternyata di ujung jalan berdiri bangunan besar, megah dan berkubah yang merupakan kampus UIN Suska Riau. Kampus ini terletak di kecamatan Tampan, kelurahan Simpang baru. Daerah ini berbatasan dengan kabupaten Kampar.

Adhitya dan teman-teman saat praktikum kimia di laboratorium

Foto 13. Adhitya dan teman-teman saat praktikum kimia di laboratorium

Hari-hari pertamanya di kampus, dan sampai dua semester kuliahnya berjalan Adhitya masih dipenuhi dengan ganjalan-ganjalan di hatinya. Lingkungan dan budaya pakaian di kampus Islam ini yang mewajibkan mahasiswanya mengenakan celana bahan -mirip lingkungan pesantren- membuatnya kecewa. Harap dimaklumi karena sepanjang sekolah ia tidak biasa berpenampilan seperti itu, ditambah saat itu beredar stigma bahwa busana seperti itu terlihat tua dan kolot. Seiring waktu Adhitya bisa mengafirmasi dan beradaptasi dengan keadaan.

Teman-teman sekelas Adhitya saat itu diantaranya adalah Yeyendra, Surya Diafri Madani, Yuli Novita, Yulita Effita Sari, Wiwit Widya Sari, Sigit, Rita, Tri Melinawati, Siti Rahma dsb.

Namun siapa sangka, ternyata kampus inilah yang menempanya sehingga ia menemukan kegemilangan berupa prestasi akademis yang baik, dan tercapai semua impian-impian yang disusunnya. Sebelum sampai kesana, tidak bisa dilewatkan fase-fase proses yang akhirnya membangkitkan kemampuannya dan menyulut kesadarannya untuk berubah menjadi lebih baik.

Adhitya dan teman-teman asrama saat lebaran Idul Adha tahu 2011

Foto 14. Adhitya dan teman-teman asrama saat lebaran Idul Adha tahu 2011

Di Pekanbaru, Adhitya tinggal di asrama Satria Gading yang beralamat di jalan Garuda Sakti. Ia tinggal di asrama tersebut mulai dari awal kuliah sampai tamat. Adhitya sempat menjadi ketua asrama untuk satu tahun periode kepengurusan disana. Teman-teman asaramanya diantaranya adalah Hendra, Satria Budi, Muhammad Khasani, Nursalim, Ahmad Ikhwan, Nanang Nurdin, Nanda Sonefil, dsb. Ia bersama teman-temannya banyak mengadakan kegiatan-kegiatan kekeluargaan seperti penyambutan mahasiswa baru asrama, gotong royong, pertandingan domino, playstation dan takraw, bakti sosial ke panti asuhan dsb. Asrama ini banyak melahirkan aktivis kampus UIN Suska Riau.

Sebagai mahasiswa PBUD, Adhitya mendapatkan kesempatan kuliah matrikulasi. Kuliah ini diselenggarakan selama lebih kurang tiga bulan, berisikan materi ajar kimia yang akan menjadi jurusan utamanya nanti. Tidak ada kendala yang berarti, Adhitya mampu mengikuti semua pelajaran yang ia hadapi. Adhitya menyelesaikan semester pertama perkuliahannya dengan pencapaian IP yang cukup memuaskan yaitu 3.32. Besar Indeks Prestasi ini terus bertahan di atas angka 3.00 sepanjang semesternya.

Adhitya di salah satu kegiatan BEM

Foto 15. Adhitya di salah satu kegiatan BEM

Di UIN Suska Riau, Adhitya aktif dalam berbagai organisasi, mulai dari Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan Kimia, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dan BEM UIN Suska Riau. Ia memiliki karir organisasi yang baik di lembaga-lembaga eksekutif tersebut. Selain itu, Adhitya juga aktif bergabung dengan organisasi eksternal kampus seperti Green Student Journalist (GSJ)  Riau Pos, Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Kabupaten Bengkalis (IPMKB) serta organisasi mahasiswa tertua dan terbesar di Indonesia, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Karir Adhitya di HMI sampai di kepengurusan HMI Cabang Pekanbaru dibawah kepemimpinan Ary Nugraha. Selain itu, Adhitya sempat mendirikan sebuah organisasi daerah bersama beberapa orang rekannya seperti Nanda Sonefil, Tata Haira, Bayu Defrianto, Arif Wiyuda, Muhammad Syafei, dan Feri Anggriawan. Organisasi tersebut bernama Ikatan Mahasiswa Kecamatan Mandau (IMKM). IMKM berada dibawah IPMKB.

Adhitya bersama teman-teman kelompok KKN di kelurahan Bukit Timah, Dumai Barat

Foto 16. Adhitya bersama teman-teman kelompok KKN di kelurahan Bukit Timah, Dumai Barat

Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai salah satu program kuliah sarjana dilaksanakan Adhitya di bulan Juli 2011. Adhitya menjalani KKN di desa Bukit Timah kota Dumai selama lebih kurang 3 bulan. Ia menjadi Koordinator Desa (KORDES) untuk kelompok KKN-nya. Bersama teman-teman satu kelompoknya, seperti Firdaus, Amran Habibie, Muhammad Ilham, Dewi Maryani, Rahma Rinawati, Sutika Dewi dan beberapa lainnya, ia melaksanakan beragam program seperti pesantren ramadhan, festival anak-anak, pasar ramadhan, gotong royong dsb.

Adhitya bersama teman-teman PPL di Madrasah Aliyah Muhammadiyah

Foto 17. Adhitya bersama teman-teman PPL di Madrasah Aliyah Muhammadiyah

Sedangkan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), program magang mengajar khusus Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, dilaksanakan Adhitya di Madrasah Aliyah Muhammadiyah (MAM) yang beralamat di jalan Lobak, Pekanbaru, pada bulan Desember 2011. Di sekolah ini, selain mengajar, Adhitya juga menyelenggarakan berbagai kegiatan ekstrakurikuler seperti Pelatihan Baris-berbaris (PBB) bekerja sama dengan Resimen Mahasiswa UIN Suska Riau, pelatihan jurnalistik bekerja sama dengan LPM Gagasan UIN Suska Riau dan Penyuluhan Kesehatan Remaja bekerja sama dengan KSR Palang Merah Remaja (PMR) UIN Suska Riau.

Adhitya saat mengajar mata pelajaran kimia

Foto 18. Adhitya saat mengajar mata pelajaran kimia

Adhitya tidak hanya cemerlang di karir organisasi, ia juga berhasil meraih prestasi yang gemilang selama kuliah. Adhitya berhasil menjadi delegasi Indonesia dan universitas dalam beberapa kegiatan student exchange atau pertukaran pelajar. Kekecewaannya gagal di seleksi PPAN ternyata menjadi pintu gerbang baginya untuk mengikuti program pertukaran pelajar lainnya. Pada bulan September 2012, Adhitya menjadi peserta Indonesian-German Intercultural Summer School yang diselenggarakan oleh UIN Suska Riau bersama Hochschule Amberg Weiden (University Applied Science Amberg-Weiden) Jerman. Acara 10 hari ini dilaksanakan di Indonesia, yaitu di beberapa tempat seperti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kepulauan Seribu dan Yogyakarta.

Adhitya saat penelitian tugas akhir di laboratorium PEM Fapertapet UIN Suska Riau

Foto 19. Adhitya saat penelitian tugas akhir di laboratorium PEM Fapertapet UIN Suska Riau

Di awal tahun 2013, tepatnya di bulan Februari, Adhitya menjadi delegasi Indonesia dalam acara ASEANPreneurs Youth Leaders Exchange yang diselenggarakan selama 5 hari di Quezon City, University of the Philippines, Filipina. Ia merupakan satu-satunya perwakilan dari Sumatera. Adhitya tampaknya masih asyik dengan kegiatan pertukaran pelajar, bahkan disaat kuliahnya telah memasuki semester 10. Pertukaran pelajar ke Jerman di bulan September 2013 menjadi pengalaman terakhirnya di masa kuliah. Ia mengikuti Indonesian-German Summer University 2013 di Jerman, kelanjutan Summer School tahun sebelumnya yang diselenggarakan di Indonesia.

Sepulang dari Jerman, Adhitya bertekad menyelesaikan kuliahnya. Ia mendapatkan bantuan dana penelitian dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UIN Suska Riau. Kesempatan itu tidak disia-siakannya, ia gunakan sebaik-baiknya untuk melakukan penelitian tugas akhir. Penelitiannya mengenai pemurnian minyak goreng bekas dibimbing oleh Ibu Zona Octarya, M.Si. Penelitian tersebut dilaksanakan di laboratorium Fakultas Pertanian dan Peternakan (FAPERTAPET) UIN Suska Riau. Pada bulan Februari 2013, genap 11 semester masa pendidikan, ia dinyatakan lulus sebagai sarjana pendidikan dalam sidang munaqasyah jurusan pendidikan kimia yang diketuai oleh Bapak Pangoloan Soleman, M.Si. Adhitya menjalani wisuda pada bulan Juni 2014. Adhitya lulus dengan IPK 3.47.

Adhitya bersama penguji sidang munaqasyah

Foto 20. Adhitya bersama penguji sidang munaqasyah

Selepas dinyatakan lulus sarjana, sebelum wisuda, Adhitya sempat bekerja sebagai Community Organizer di LSM Mangrove Indragiri. Melaksanakan sebuah proyek pemberdayaan masyarakat di Tembilahan, Indragiri Hilir. Setelah wisuda, Adhitya sempat bekerja sebagai peneliti di Energy Research Center (EnReach) UIN Suska Riau.

Sampai akhirnya, di bulan Agustus 2014, ia berangkat ke Jakarta mengikuti pelatihan TOEFL yang diselenggarakan oleh Yayasan Insancita Banga (YIB) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) di P4TK Kemendikbud Jakarta. Ia bertahan selama lebih kurang satu tahun di Jakarta, sambil bekerja sebagai tenaga pengajar di Monash Institute.

Adhitya saat wisuda didampingi kedua orang tua dan adik-adik

Foto 21: Adhitya saat wisuda didampingi kedua orang tua dan adik-adik

Pada tanggal 10 Juni 2014, ia dinyatakan lulus sebagai penerima beasiswa S2 dari Lembaga Pengelola Dana Keuangan (LPDP) Kementerian Keuangan untuk studi di University of Twente di Belanda. Ia mengambil jurusan Teknologi Pendidikan di universitas tersebut. Rencana perkuliahan akan dimulai pada bulan Februari 2016. Pada bulan Oktober 2015 ia terlebih dahulu akan mengikuti training dan Persiapan Keberangkatan (PK) di Jakarta. LPDP mempunyai visi menyiapkan pemimpin masa depan Indonesia. (Revisi terbaru 3 Agustus 2015)

 

 


[carousel source=”media: 4342,4341,4331,4332,4333,4334,4335,4339,4338,4337,4336,4343,4344,4345,4346,4347,4349,4391,4394,4401,4406,4524,4523,4522,4521,4519,4518,4511,4512,4513,4514,4515,4516,4517,4510,4509,4507,4505,4504,4503,4502,4499,4498,4497,4483,4490,4491,4493,4494,4495,4496″ limit=”50″ link=”image” width=”700″ height=”140″ responsive=”no” items=”5″ scroll=”3″ title=”no”]

*****

To be continued

What do you think? Leave your comment.

Loading Facebook Comments ...
Loading Disqus Comments ...

Leave a Reply

Your email address will not be published.

six + 3 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Close