DI Kedubes Jerman

[dropcap style=”light”]H[/dropcap]ari ini diawali dengan sepotong roti dan segelas teh panas. Sekedar makan untuk mengganjal perut. Sekitar jam 6 pagi perjalanan dimulai dari kediaman Ibu Lily (Dosen pendamping Jerman) di kawasan Cempaka Putih Timur. Tujuan pertama adalah ke UIN Jakarta, berhubung Ibu Lily adalah Pembantu Dekan bidang akademik di fak. teknik dan beliau mengejar waktu untuk menghadiri rapat dekanat pada pukul 8 nanti.

DI Kedubes Jerman

Setiba di UIN Jakarta, kami harus menunggu beliau hingga selesai rapat pukul 10 wib. Sekitar pukul 11 kami berangkat menuju Kedubes Jerman yang berlokasi di sekitar kawasan bundaran HI. Sementara appointment ke Kedubes pada pukul 1, maklum kondisi macet di Jakarta mengharuskan kita berangkat lebih awal. Ternyata kondisi jalanan belum begitu macet sehingga kami tiba lebih awal dan harus menunggu.

Ada hal yang memperihatinkan ketika pengurusan visa. Kami baru diperbolehkan masuk sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan (sesuai email). Menurut saya, adalah perlakuan tidak terhormat bahwa semua pengunjung keduber harus antri dibalike tembok besi nan tinggi lagi tebal, tanpa tempat duduk dan atap (disamping jalan raya). Ternyata hal ini berlaku untuk semu kalangan. Dan pengunjung tidak diperbolehkan masuk sebelum waktunya. Setelah cukup lama menunggu, sampailah pada giliran kami memasuki gedung kedubes melaui pintu kecil diantara pagar besar. Setelah melalui pintu tersebut, kami sampai pada pos pemeriksaan. Seluruh electronic devices harus dititip ke petugas, kami diberikan Id yg dìgantungkan di leher. Setelah melalui itu barulah kami dipersilahkan naik ke gedung utama.

Sampai di ruang pengurusan visa, kami disambut oleh puluhan orang yg sudah cukup lama mengantri. Ada pengumuman tertempel yg mengatakan bahwa syarat yg tidak lengkap tidak akan dilayani. Diantara sejumlah syarat, ada satu syarat yang sering menjadi masalah: yakni bukti laporan keuangan (ditunjukkan dengan bukti rekening bank dalam tiga bulan terakhir. Setiap orang yang hendak ke Jerman harus memiliki sejumlah saldo lebih kurang 75 Euro dikali jumlah hari berada di Jerman dan catatan keuangan harus diinilai “stabil”, berarti ada pemasukan dan transaksi yang signifikan. Tentu saja ini cukup memberatkan. Jika tidak mencukupi, maka mereka tidak akan mengeluarkan visa. Sebenarnya ada beberapa alasan mengapa pihak Jerman memberlakukan ini, diantaranya adalah untuk sebagai jaminan agar nanti jika terjadi hal buruk maka dana tersebut dapat digunakan sehingga tidak menyusahkan pihak Jerman dan menghindari para pendatang terlantar di Jerman. Kami sempat mendiskusikan ini, sempat kami dapat salah satu analisa bahwa hanya orang kaya lah yang bisa ke luar negeri. Dan saya bukan orang kaya, saya hanya pandai-pandai dan diberikan keberuntungan oleh Allah Swt.

Pihak Kedubes ternyata sangat ketak dan tidak mentorelir kesalahan apapun. Saat itu ada bebera orang teman yg mengalami masalah ini, sehingga besok pagi harus datang kembali untuk melengkapi persyaratan. Singkat, kami selesai pukul 4 wib sebagai orang terakhir yang dilayani pada hari itu.

Setelah dari kedubes, kami dibawa makan dan ngumpul di kawasan menteng jalan Besuki daerah Sekolah Dasar di mana dahulunya Presiden USA Barack Husein Obama pernah belajar. Wah saya merasa cukup berkesan berada di sana.

Pukul jam 6 kami mulai jalan pulang, ternyata saya dibawa singgah ke rumah ayahanda Ibu Lily, yakni Bapak Khairunnas. Dalam obrolah saya dengan keluarga yang ramah itu, bapak Khairunnas bercerita bahwa dia dahulunya adalah ketua umum HMI Cabang Jakarta. Beliau dahulu yang memberikan training pada beberapa tokoh besar saat ini seperti Akbar Tandjung, Jimly Assiddiqie dan beberapa lainnya. Beliau juga pembesar HMI saat ini yang masih aktif memperhatikan HMI bersama tokoh-tokoh lainnya. Kami bercerita mengenai HMI di masa beliau dan peran dan fungsi strategis yang beliau mainkan ketika itu, terutama pada sekitar zaman G30SPKI. Beliau juga bercerita mengenai peran beliau dalam pembangunan Graha Insan Cita milik HMI, dan pendirian yayasan terkait HMI. Beliau juga sempat bercerita mengenai kantor PB HMI yang berlokasi di kawasan menteng. Gedung bersejarah itu akan dijual oleh pemiliknya (HMI hanya mempunya sepertiga gedung). Beliau mengatakan akan membantu pengambil alihan gedung sehingga bisa dimili seutuhnya oleh HMI.

Selain cerita HMI, beliau juga bercerita bahwa dulu beliau melanjutkan kuliah di Jepang. Dan beliau sangat mengapresiasi keberangkatan kami ke Jerman. Beliau juga bercerita tentang pengalaman beliau ketika di Jerman (eh ternyata sudah pernah toh), maklum kakanda ini sudah menjelajah dunia.