Matahari adalah sumber energi terbesar di alam semesta ini. Bola gas yang berukuran lebih dari 100 kali diameter bumi ini memiliki peran penting terhadap kehidupan di bumi, energi yang dihasilkan matahari adalah sumber energi utama bagi makhluk hidup. Energi matahari dihasilkan dari reaksi inti, yaitu proses bergabungnya atom-atom hidrogen membentuk atom-atom helium. Reaksi inti ini disebut juga reaksi fusi. Energi yang dihasilkan oleh reaksi ini sangat besar, dan ternyata energi ini dimiliki oleh para aktivis? Fakta ini dekemukakan Prof. Laode Kamaluddin, seorang professor Indonesia lulusan Amerika.

Energi yang diperoleh dari reaksi fusi sangat besar dibandingkan yang dibebaskan dari reaksi kimia biasa seperti yang terjadi dalam ledakan TNT atau bom lainnya. Sebagai perbandingan setiap detiknya matahari menggunakan 4000 – 5000 juta ton hidrogen untuk menghasilkan energi sebanyak 100.000 megaton TNT (1 megaton = 1 juta ton). Energi matahari dipancarkan dalam bentuk gelombang elektromagnetik.

“Aktivis itu energinya matahari, besar tapi sayang kekuatannya menyebar, tidak seperti energi laser yang kuat dan fokus.”, ucap Prof Laode dalam sambutannya di acara penutupan Pelatihan TOEFL bagi calon penerima beasiswa yang diselenggarakan oleh Yayasan Insancita Bangsa (YIB). Latihan yang berat itu adalah memfokuskan diri, sambung Prof. Laode.

Ritme kegiatan aktivis memang syarat akan berbagai aktivitas, namun menurut beliau meskipun demikian jangan sampai kita tidak memliki skala prioritas. Kita harus mampu menentukan prioritas untuk satu waktu tertentu. Setiap perjuangan dan impian besar harus dikerjakan dengan fokus, antara fikiran dan usaha harus klop. Kesempatan itu tidak datang untuk orang yang mampu melihatnya, tetapi kepada orang yang mampu menangkapnya. Salah satu faktor yang membuat gagal biasanya adalah kegagalan kita untuk bersungguh-sungguh, untuk fokus. Menyalahkan lingkungan dan faktor eksternal lainnya adalah sikap yang tidak bijaksana. Perjuangan yang dilalui saat ini harus diyakini memberikan manfaat besar di masa yang akan datang, “Perjuangan satu buan bisa jadi nikmat untuk 40 tahun mendatang”. Itu yang kadang tak klop dalam diri kita. “Kita semua mempunyai kemauan dan segala persyaratan untuk menjadi orang besar”, sanjung beliau kepada hadirin.

YIB adalah yayasan yang didirikan oleh Jusuf Kalla, alumni HMI yang saat ini menjadi wakil presiden RI terpilih. “Pak Jusuf Kalla memiliki impian besar melihat adik-adiknya mampu menggantikan beliau, mampu berhasil lebih tinggi lagi”, ujar Prof Laode. Dalam suatu kesempatan berbincang dengan alumni HMI lainnya, yaitu kakanda Andi Hakim, mengatakan bahwa dalam banyak kesempatan kunjungan Jusuf Kalla ke luar negeri beliau selalu heran mengapa yang menyambutnya bukan kader-kader HMI. Oleh karena itu, ujar kanda Andi, program pengiriman kader-kader HMI ke luar negeri adalah upaya Jusuf Kalla untuk semakin meningkatkan eksistensi alumni HMI di kancah internasional.

Selain fokus, perhatian terhadap hal-hal detail juga merupakan faktor utama yang membantu kesuksesan. Berikutnya adalah cinta, jika kita mencintai apa yang kita lakukan maka bukan mustahil kita akan mendapatkan yang diinginkan. Segala tantangan jangan dianggap sebagai beban, tugas kita adalah kembali rekonsiliasi dengan jiwa.

Dalam sambutannya, Prof. Laode juga berbagi pengalamannya berjuang mendapatkan kesempatan studi ke Amerika. “Saya belajar bahasa dengan keras waktu itu, juga belajar GRE dan GMAT karena Amerika mensyaratkan itu. Dulu bahan belajar tidak sebanyak sekarang. Dulu itu saya belajar tanpa ada yang mengajari seperti kalian saat ini, tetapi saya berusaha sendiri untuk mencari bacaan-bacaan bahasa inggris dan radio berbahasa inggris. Tapi saya tidak pernah menyerah karena saya berkeyakinan bahwa kalau saya tidak lolos kesempatan ini maka masa depan saya selesai”, ungkap Prof. Laode menguatkan peserta. Saat ini kita bisa dengan mudah mendapatkan sumber bacaan bahasa Inggris, seperti dari koran dan media online. “Kalian sudah harus berlangganan koran berbahasa Inggris untuk belajar”, tambah beliau. Beberapa peserta mengeluhkan biaya berlangganan, namun segera ditampik Prof. Laode, “Habiskan baca satu sampai selesai baru beli baru”. Seketika peserta pun tertawa.

Tantangan untuk kalian saat ini adalah switch mental dari aktivis ke scientist. Untuk menjadi ahli harus mempu menguasai ilmu fokus, termasuk menghilangkan sikap selalu berargumentasi dan menyalahkan lingkungan. Peluang masih terbuka, tinggal dibutuhkan special effort. “Untuk membuat garis, dibutuhkan dua titik atau lebih agar bisa disambung”, ujar Prof. Laode, menekankan agar terus berusaha membuat titik-titik keberhasilan. Aktivis itu sudah punya mental petarung, saat di switch sudah mudah saja, tambah beliau.

Dalam akhir sambutannya, Prof. Laode menyimpulkan beberapa hal yang harus diperbaiki aktivis untuk menghadapi masa depan, yaitu memperbaiki mentalitas, tingkat konsentrasi dan lupakan sejenak dreaming politik sampai Anda punya pendidikan yang tinggi. “Semua ada fasenya, kalian ini masih fase Makkiyah, fase perjuangan dan bekerja keras menumpas kejahiliyahan. Jangan langsung ingin masuk fase Madaniyah”, kias Prof. Laode.

Prof. Laode lalu menyampaikan perkataan Jusuf Kalla bahwa pertarungan masa depan adalah Knowledege Based Competition. Ilmu pengetahuan harus menjadi investasi untuk masa depan. Sekali layar terkembang, pantang surut kebelakang. Once you make decission, you just go!

Prof. Laode Kamaluddin
Ketua Yayasan Insancita Bangsa dan Ketua Dewan Pakar KAHMI