[dropcap style=”flat”]H[/dropcap]ari minggu pagi ini, HMI English Community kembali menggelar diskusi rutin mingguan. Setelah pada minggu sebelumnya agenda ini diisi oleh saudara Yuspa Rizal S.Pd. (Berita: Yuspa Rizal: The importance of study English is as access key). Minggu ini EC kembali mengundang salah satu pakar bahasa Inggris yang juga alumni pendidikan bahasa Inggris di UIN Suska Riau, yaitu saudara Agung Prasetyo Wibowo, S.Pd. Adapun tema yang diangkat pada diskusi kali ini adalah “How to mastering English”.

Agung dan saya (Adhitya) berfoto bersama dengan peserta

Diskusi dengan mengundang pemateri dari luar kalangan HMI adalah metode komunitas ini dalam memperluas wawasan dan menimba pengetahuan langsung dari pakarnya. Selain diskusi, Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) juga terdapat di komunitas ini, mentornya saat ini adalah kakanda Adhitya Fernando,S.Pd. Diskusi dilaksanakan setelah KBM selesai, yakni pada pukul 11.00 Wib.

Peserta sedang praktik percakapan bahasa Inggris

Dalam penyampaian materinya, Agung menggunakan bahasa Inggris dari awal sampai akhir, hanya sesekali ia selingi dengan bahasa Indonesia. Hal ini berulang kali membuat wajah peserta tak karuan karena mencoba menerka artinya, namun walau begitu sepanjang diskusi tak seorang pun peserta yang jenuh. Mereka terlihat antusias, gelak tawa pun meletus pada beberapa kesempatan, terutama pada saat Agung mencoba berkomunikasi dengan peserta. Jawaban ragu dan kaku, mengundang kelucuan tersendiri dalam diskusi tersebut. Walau demikian, tetaplah semangat dan antusias para peserta patut diparesiasi.

Agung mencoba membuka cakrawala berfikir peserta pada awal-awal materinya, “Menguasai bahasa inggris dan keterampilan lain di luar bidang studi akan menjadi poin plus yang sangat bermanfaat nantinya”, ujar Agung. Tak lama kemudian ia pun masuk kepada materi, yakni bagaimana cara menguasai bahasa Inggris. Agung menanyakan, apa yang penting dikuasai dalam bahasa Inggris. Satu persatu peserta pun memberikan jawaban, namun mayoritas peserta menjawab “Grammar” adalah yang terpenting, disusul kemudian dengan Speaking, Listening dan Reading. Agung pun mencoba meluruskan jawaban peserta, ia membenarkan bahwa empat hal tersebut adalah hal yang perlu untuk dikuasai namun Grammar bukanlah yang terpenting. Dan inilah urutan dari yang paling utama menurut Agung:

  1. Listening
  2. Speaking
  3. Reading
  4. Writing

Listening dan Speaking adalah dua yang paling utama. “Dua hal tersebut juga memiliki hubungan keterkaitan yang kuat”, tandas Agung. Kemampuan mendengar dan berbicara adalah kunci dalam komunikasi, kita akan bisa mengungkapkan sesuatu jika mempunyai kemampuan Speaking, namun kita yang non-native English speaker ini haruslah terlebih dahulu mampu mendengarkan bagaimana percakapan bahasa Inggris itu disampaikan. Curiousity atau rasa ingin tahu juga bisa tersalurkan dengan menguasai dua keterampilan tersebut.

Selanjutnya adalah Reading dan Writing, dua hal ini juga erat kaitannya. Menguasai keterampilan ini akan sangat membantu kita dalam komunikasi tertulis, seperti yang digandrungi saat ini adalah chatting di sosial media maupun berkirim email, dua keterampilan tersebut akan sangat membantu. Dengannya, kita akan bisa berkomunikasi dengan orang Malaysia, USA maupun orang asing lainnya.

Agung sedang menyampaikan materi

Lalu, apakah kita juga harus menguasai Grammar?, Tanya Agung kepada Peserta. Setiap peserta pun menyampaikan pendapatnya, mayoritas peserta mengatakan bahwa keterampilan tersebut penting untuk dikuasai. Namun, tidak begitu perlu untuk speaking.

Agung bertanya lagi, “How long have you been study English?”, sudah berapa lama belajar bahasa Inggris. Rata-rata peserta menjawab 12-13 tahun, sejak sekolah dasar. “Sudah belajar selama itu apa yang Anda dapatkan”, tanya Agung kembali. Salah satu peserta menjawab, “Like…I can, yes no”, para peserta pun terbahak mendengarnya. “Saya sudah belajar bahasa Inggris sejak kelas 5 SD”, terang Agung. Lagi peserta tertawa.

Kesalahannya adalah pada sistem pendidikan kita. Belajar bahasa Inggris, guru hanya fokus mengajari kita tentang Grammar, tanpa aplikasi (maksudnya speaking), sekedar bagi LKS dan kerjakan tugas. Sistem ujian kita pun arahnya untuk mengukur keterampilan tersebut, pertanyaan dalam ujian cenderung berbentuk reading text, grammar, multiple choices. Dalam tugas pun jarang sekali ada porsi percakapan (speaking), English tidak digunakan sebagai bahasa sehari-hari. Alhasil, wajar jika kita lemah dalam kemampuan berbicara. Padahal ukuran menguasai bahasa Inggris itu ya kemampuan berbicara menggunakan bahasa tersebut.

Kemampuan Grammar memang diperlukan, terutama untuk scientific writing berupa karya ilmiah, essay dsb. Juga ketika melamar beasiswa atau pekerjaan. Namun, dalam hal speaking, keterampilan grammar menjadi tidak harus dikuasai dengan mahir. Kita tidak bisa mengungkapkan sesuatu, karena memang kita tak terbiasa mengungkapkannya. Agung menekankan kepada peserta untuk mulai menerapkan bahasa Inggris dalam bahasa sehari-hari.

Selanjutnya Agung menyampaikan beberapa tips dan trik untuk bisa menguasai bahasa Inggris dan metode-metode yang mendukungnya. Salah satunya, ujar Agung, adalah dengan bergabung di komunitas bahasa Inggris. Disana kita akan mudah terbiasa, walau tidak sepenuhnya menggunakan bahasa Inggris, barangkali campur 50% dengan bahasa Indonesia. Tapi itu akan melatih kita untuk menjadi terbiasa. “Belajar di komunitas memang baik, tapi kalau sudah pulang ke rumah dan tidak mengaplikasikannya ya sama dengan nihil”, tegasnya.

Diskusi ini berlangsung hampir satu jam, diakhir sesi dibuka kesempatan untuk bertanya. Diantara beberapa pertanyaan peserta adalah bagaiman membiasakan bahasa Inggris di rumah atau aktifitas sehari-hari. Agung pun menceritakan pengalaman belajarnya. Dulu sewaktu masih di sekolah dasar hingga menengah, Agung selalu menyempatkan untuk menonton siaran Tv Malaysia dan Singapore. “Try to follow their language and get small pocket dictionary”, dari sana kita akan bisa mulai aktif belajar. Selain itu, dulu AGung juga sering praktek bahasa Inggris sendirian. “Start with speaking alone. Don’t care about grammar. Give a simple question to yourself and try to answer it”, tambahnya. Kalau dikiran orang gila, ya cuek saja, kata Agung. Peserta pun terbahak. Agung kemudian mengatakan bahwa, sebaiknya jangan gunakan small pocket dictionary, gunakanlah yang lengkap. Seorang dosennya menyarankan kamus Hassan Sadili.

Tips lainnya dari Agung adalah banyak membaca buku teks bahasa Inggris, ataupun artikel bahasa Inggris. “Pelajari textnya, buat klasifikasi, garis bawahi dan cari artinya, itu akan sangat membantu, ujar Agung.

Pertanyaan lainnya dari peserta adalah tentang bagaimana menanggapi perlakuan orang-orang sekitar yang selalu bersikap underestimate jika kita menggunakan bahasa Inggris. Peserta tersebut mengatakan bahwa, acap kali ketika misalnya ia menulis status di Facebook menggunakan bahasa Inggris maka orang lain akan berkomentar yang merendahkan. “Katanya bahasa Inggris kita tak baguslah, dan sebagainya…”, sambung peserta. Gelak tawa pun kembali hadir ditengah diskusi. Agung kemudian menjawab pertanyaan tersebut dengan bercerita bahwa dirinya hanyalah seorang anak kampus, tepatnya berasal dari Selat Panjang. “Kalau di kampung, setiap ada sesuatu kabar maka akan cepat sekali menyebarnya”, ujar Agung. Maka ia pun memanfaatkan hal tersebut, ia berusaha memenangkan berbagai lomba dan ia pun menjadi juaranya. Sekejap saja kabar tersebut menyebar, dan bagusnya lagi orang dengan seketika menilainya hebat tanpa tahu sebenarnya bagaimana kemampuan kita. Ya pandai-pandai saja, sambungnya.

Selain itu, Agung juga bercerita tentang pengalamannya diajar oleh seorang guru kursus berkebangsaan India. Guru tersebut selalu meremehkannya, walaupun prestasi yang disandang Agung cukup baik. “..palingan Agung ini hanya tahu ini saja, kurang lebih begitu ucap sang guru pada dirinya”, curhat Agung. Namun, suatu ketika guru tersebut memberikan tugas kepada peserta belajar, ia memberikan gambar suatu taman bermain yang disana ada roller coster, dan wahana bermain lainnya yang jelas saya tidak tahu apa kosa katanya dalam bahasa Inggris, sebut Agung. Namun, dengah ketidaktahuannya ia mencari cara untuk tetap dapat menjelaskan gambar tesebut. Agung menjelaskannya bukan dengan menceritakan tentang wahana-wahana bermain tersebut yang memang tidak diketahuinya. Namun ia menceritakan bahwa gambar itu adalah tempat bermain, disana kita akan merasakan senang dan bergembira, seperti itu lah gambaran ia menjelaskan. “Jelaskan dengan kosa kata yang kita tahu”, ujar Agung. Gurunya pun menilai Agung sangat cerdas, tidak seperti yang dia katakan sebelumnya.

“Jadi, jangan menyerah dengan komentar orang lain, jadikan itu koreksi dan introspekasi untuk berusaha dengan lebih baik. Katakan bahwa saya belajar bahasa Inggris ini untuk keterampilan diri saya, bukan untuk mereka”.

Terakhir, Agung memberikan saran agar komunitas ini dapat lebih kreatif dalam pembelajaran. “Tidak harus tatap muka berbicara seperti ini saja, bisa juga dengan menonton film dengan subtitle bahasa Inggris bersama-sama”, ucapnya. Dan “be in the community consistently”, tutup Agung.


 

*Agung Prasetyo Wibowo adalah alumni pendidikan bahasa Inggris UIN Suska Riau. Saat kuliah, ia pernah mendapat kesempatan menjadi peserta program Kapal Pemuda Nusantara. Saat ini Agung menjadi guru di Singapore Education School (SES) Pekanbaru.


Ayo kader HMI, mari bergabung dengan HMI English Community.

Pamflet pendaftaran HMI English Community